Sri Mulyani .... Mencopot BH ....... Hehehehe
Menkeu Sri Mulyani telah menunjuk pejabat sementara Edi Marlan, pejabat eselon II untuk menggantikan tugas BH ( Bambang Heru ) selama diperiksa penyidik Polri terkait praktek markus pajak Gayus Tambunan. Bambang Heru adalah pejabat tertinggi di antara sepuluh pegawai pajak lain yang telah dibebastugaskan. Sementara itu, Direktur Penyuluhan dan Pelayanan (P2) Humas Ditjen Pajak Angin Prayitno menjelaskan, Edi Marlan itu akan bertugas hingga pemeriksaan terhadap Bambang Heru berakhir.
Sementara itu Polri resmi mencopot Brigjen Pol Edmon Ilyas dari jabatannya sebagai Kapolda Lampung karena diperiksa terkait kasus rekening Rp 28 milliar milik Gayus Tambunan tersebut menyusul tindakan terhadap Kompol A dan AKP S sebagai tersangka disamping pelaku parktek markus yang telah ditahan yakni Gayus Tambunan, Andi Kosasih dan pengacara Gayus, Haposan Hutagalung. Dua nama perwira Polisi penyidik Bareskrim yaitu Kombes Pol Eko Budi dan Kombes Pol Pambudi dinonaktifkan menyusul pencopotan Brigjen Pol Edmond Iyas tersebut.
Departemen Keuangan dan Polri dalam kaitannya dengan kasus Gayus Tambunan tersebut masing2 telah melakukan tindakan, namun tidak demikian dengan kejaksaan Agung yang hingga saat ini belum melakukan tindakan apa terhadap pegawainya yang bertanggung jawab terhadap penanganan kasus tersebut. Demikian pula terhadap hakim yang menangani kasus itu. Sebagaimana berita media televisi, hakim yang menangani kasus tersebut menjelaskan bahwa bebasnya Gayus Tambunan karena dalam persidangan tidak ada cukup bukti untuk menghukum Gayus.
Kasus Gayus Tambunan telah menjadi bola panas mengelinding kesana kemari yang menyeret Jendral Polisi dalam masalah, begitu juga dilingkungan Ditjen pajak. Leluasanya Gayus tambunan menghimpun dana demikian besar, sudah pasti membuat Menkeu Sri Mulyani merasa gerah. Sebab, belakangan mulai terdengar suara agar Sri Mulyani ikut bertanggung jawab. Budaya mundur pejabat yang instansinya terlibat masalah memang belum terbangun di negeri ini, sepanjang tidak terbukti ikut sebagai pelaku, hukumpun enggan menyentuhnya. Dari segi etika profesi, sudah semestinya para pejabat negara ini ikut bertanggung jawab terhadap instansinya bukan saja dari segi hukum, juga dari segi etika profesi. Mestinya, tanggung jawab pejabat haruslah meliputi kelakuan anak buahnya, karena kerugian negara tersebut seharusnya merupakan tanggung jawab pejabat tersebut. Itulah sebabnya korupsi tidak dapat diberantas karena bisa korupsi itu memang dibiarkan. Kasus demikian sudah sering terjadi, yang dihukum adalah bendaharanya, karena pimpinan memrintah secara lisan, bukti hukum pasti tidak ada, sipimpinan yang sebetulnya menjadi aktor, anak buah dikorbankan. Sudah bukan rahasia umum modus yang seperti ini, apakah memang para penguasa sengaja membiarkan keadaan yang seperti ini untuk kepentingan politiknya, dari kasus suap yang melibatkan wakil rakyat kita, mungkin saja permainan seperti ini adalah permainan penguasa sendiri. Yang dikorbankan adalah para kroco jika diributkan seperti halnya Kasus Gayus yang hanya golongan IIIA.
Melihat keterlibatan banyak pihak, bukan tidak mungkin hal ini sudah menjadi sindikat koruptor di negeri ini, dilihat dari kepangkatan Gayus, tidak mungkin Gayus bekerja seorang diri, mungkin saja Gayus hanya dijadikan tumbal saja. Kejujuran Gayus akan membuka kebenaran yang terjadi dibalik kehebatannya mengumpulkan uang sedemikian besar, aneh kalau tidak terdeteksi jika memang fungsi kontrol itu dijalankan.
Salam Hangat dari Pekanbaru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar