Selasa, 02 Februari 2010

Masa' .....Siiiiihhhhhh ....... Eeeeehhhhhhh


Presiden.......Kerbau .........Hehehehehehe


SEANDAINYA aksi demonstrasi 28 Januari lalu tidak melibatkan kerbau, boleh jadi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tak segusar sekarang. Atau seandainya pun melibatkan kerbau namun tidaklah mempersamakan binatang itu dengan dirinya, mungkin sang presiden tak sampai tersinggung begini. Pula dia tak perlu curhat karena merasa teraniaya oleh para demonstran hanya karena persoalan “kerbau”.
Dalam rapatnya dengan Gubernur se-Indonesia di Istana Cipanas, selain membahas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, SBY juga membahas soal kerbau ini. “Kita bahas juga misalkan, unjuk rasa yang terjadi di negeri Pancasila ini. Di sana ada yang teriak-teriak SBY maling, Boediono maling, menteri-menteri maling. Ada juga demo yang bawa kerbau. Ada gambar SBY. Dibilang, SBY malas, badannya besar kayak kerbau. Apakah itu unjuk rasa? Itu nanti kita bahas,” ujar Presiden SBY di Istana Cipanas, Selasa (2/2). (sumber di SINI)
Seperti diketahui dalam aksi demo tersebut massa membawa isu kegagalan pemerintahan SBY. Bentuk ekspresinya macam-macam. Ada yang membawa tikus dalam kerangkeng, bahkan ada yang membawa kerbau. Tubuh kerbau itu dicat tulisan SiBuYa. Sebuah pamflet bergambar SBY ditempel di pantat kerbau. Gambar SBY berpakaian biru tersebut lengkap dengan kopiah bertulisan “Mundur!”.Kerbau itu dibawa demonstran yang tergabung dalam Pemuda Cinta Tanah Air. Kerbau legam yang dicokok hidungnya tersebut milik seorang petani di Jatiwaringin. Menurut para demonstran, kerbau itu merupakan simbol kebebalan dan kebodohan. “Kerbau adalah binatang yang malas dan dungu. Kalau dipaksa sedikit, ia akan ngambek. Kami tidak ingin memiliki pemimpin seperti itu,” ujar Willy, salah seorang orator. (sumber di SINI)
Kita memang tak ingin memiliki pemimpin seperti kerbau. Tetapi juga tak etis rasanya menyamakan Presiden dengan kerbau. Ini tidaklah berarti bahwa keberadaan kerbau itu tidak penting. Bagi demonstran, hal ini dimaksudkan sebagai simbol kondisi bangsa Indonesia sekarang yang dekat dengan penderitaan dan kemiskinan selama 100 hari pemerintahan SBY-Boediono berlangsung (sumber di SINI).
Menurut Pengamat politik Universitas Indonesia, Boni Hargens, jika pendemo menginjak foto SBY dan membawa kerbau, itu merupakan simbol terhadap rezim yang sedang berkuasa. “Itu harus diartikan positif bahwa rakyat sengsara, jangan menjadi mellow, cengeng, lebay gitu lah,” ujar Boni. Boni menegaskan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak paham esensi demonstrasi dan juga terjebak dalam ruang kaca di mana dia takut oleh bayangannya sendiri. Demonstrasi sebaiknya diartikan secara positif. “SBY tidak memahami urgensi dari demo itu, ada kebingungan yang bercampur dengan ketakutan juga.” (sumber di SINI)
Terlepas dari maksud demonstran tersebut, sebenarnya juga tidaklah terlalu salah jika simbol kerbau itu diperuntukkan bagi SBY. Diakui atau tidak, Presiden SBY kan memiliki shio kerbau. Ia lahir di tahun kerbau, yaitu tahun 1949. Konon orang yang memiliki shio kerbau memiliki kelebihan dan kelemahan sifat, yaitu:
Kelebihan : berpembawaan tenang, sabar dan sedikit pemalu, namun dia teliti dan bertindak dengan matang. Pekerja yang baik, tidak lekas putus asa, teguh pendirian, bersemangat, pandai manajemen uang dan waktu.
Kelemahan : Punya sifat sangat lamban, terlampau berhati-hati, tidak tegas, jadi sering ketinggalan terutama dalam menghadapi persoalan yang membutuhkan keputusan cepat. Kegemarannya menyendiri dan suka membanggakan diri serta kemampuannya membuat orang bershio ini tidak jarang menghambat dirinya sendiri. (sumber di SINI)
Kerbau, meski punya kelemahan, namun tidaklah selamanya dengan hal-hal buruk. “Seperti di Kyoto, Jepang, ada kuil kerbau karena di sana hewan itu simbol ilmu pengetahuan. Sementara di sini, kerbau adalah hewan bertenaga besar yang sangat berguna untuk membajak sawah walau geraknya memang lamban,” ujar peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusabhakti. (sumber di SINI)
Oleh karena itu Ikrar menasihati agar Presiden Yudhoyono cukup menganggap apa yang dilakukan para demonstran dan mahasiswa dalam aksi-aksi unjuk rasa tersebut sekadar guyonan politik dan kritik untuk memicu pemerintah bekerja lebih baik lagi. Tidak perlu ditanggapi secara berlebihan dengan berkeluh kesah seperti yang selama ini kerap dilakukan. “Jangan sampai masyarakat berpikir, lho kok presidenku cengeng begini dan sering termehek-mehek. Padahal, cuma dikritik oleh mahasiswa. Kesannya jadi seperti hal yang luar biasa sampai-sampai Presiden sendiri langsung mengomentari dan berkeluh kesah begitu,” ujar Ikrar. (sumber di SINI)
Pernyataan Ikrar ini senada dengan Misbakhun, anggota DPR dari Partai Keadilan Sejahtera. Misbakhun menilai seorang presiden seharusnya tidak perlu mengomentari soal kerbau yang disamakan demonstran dengan SBY. ”Begitu saja kok dikomentari,” ujarnya, Selasa (2/2), di Jakarta. ”Ini kan era demokrasi,” tambahnya. (sumber di SINI)
Ya, ini memang negara demokrasi. Namun demikian demokrasi juga jangan sampai bertentangan budaya dan peradaban di Indonesia. Sehingga tak salah jika SBY merasa perlu untuk membahasnya. “Pembahasan itu bukan untuk memasung demokrasi. Demokrasi itu bagian dari reformasi kita, cita-cita kita. Namun, buatlah demokrasi yang bermartabat, demokrasi yang tertib dan mendorong kebersamaan dan kesatuan kita,” kata Presiden SBY. (sumber di SINI)
Menurut hemat saya, pernyataan SBY tersebut juga patut dihargai. Betapapun SBY adalah presiden, sedangkan presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Sebagai kepala negara, Presiden adalah simbol resmi negara Indonesia di dunia. Kita tentu tidak ingin simbol resmi negara kita disamakan dengan kerbau. Karena jika demikian, maka kita sebagai rakyat Indonesia juga adalah kerbau, karena dipimpin oleh “presiden kerbau”. Masya Allah…!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar