Senin, 24 Januari 2011

SBY......oooohhhh .......SBY


SBY Merana tanpa JK …………….. Hehehehehehehehe

Diakui atau tidak, duet SBY-JK adalah kombinasi duet ideal yang membuat era kepemimpinan nasional periode 2004-2o09 relatif berhasil. Duet SBY adalah perpaduan tim yang saling melengkapi, dimana SBY lebih menampilkan sosok pemimpin legitimate, gagah dan berwibawa, sementara JK menjadi sosok penyerang yang sangat gesit, bergerak cepat, tegas dan tidak suka bersikap sentimentil
Keberhasilan pemerintahan SBY di periode awal tentu sangat tidak bisa dilepaskan dengan figur JK. Posisi JK sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar secara politik adalah menjadi bumper utama keselamatan SBY, karena pada periode awal Partai Demokrat masih lemah, SDM terbatas dan tidak memiliki kekuatan yang signifikan di Parlemen.
JK juga menjadi figur Wapres yang siap pasang badan untuk memuluskan berbagai kebijakan pemerintah yang berpotensi kontroversial, seperti dalam kenaikan BBM dan Konversi minyak tanah ke gas. JK tidak memperoleh keuntungan politik signifikan dari kebijakan pemerintah itu karena kesemuanya di borong oleh SBY sehingga sukses besar memenangi Pemilu dan Pipres 2009 .
JK telah sukses menjadi Wapres dan berhasil menutupi kekurangan-kekurangan SBY. Namun sungguh ironis, semua itu tidak pernah dihitung dan diperhitungkan oleh SBY sehingga dalam Pilpres 2009 JK ditinggalkan dan lebih bergairah menggandeng Boediono karena dia sosok penurut dan tidak memiliki terobosan spektakuler.
Setelah meningalkan JK, pemerintahan SBY jilid II dihandam badai petaka dengan mencuatnya kasus bank Century yang menjaposisikan Wapres Boediono sebagai pihak yang ikut bermasalah. Inilah catatan kelam sejarah pemerintahan SBY jilid II yang sulit dihapuskan.
Kualitas SBY itu kini kelihatan aslinya. JK semakin terlihat kelasnya sebagai negarawan, sementara SBY semakin kelihatan kemampuan aslinya sebagai sosok yang tidak tegas, peragu, sentimentil dan hipokrit. Tanpa JK kini SBY semakin merana karena tidak ada lagi orang siap menjadi ‘bumper’ dan bisa menutupi kelemahan-kjelemahannya.
Keberadaan Boediono justru menjadi beban berat tersendiri bagi SBY. Sebagai wapres, Boediono terlihat tidak memiliki terobosan yang berarti, pasif dan selalu ingin berada pada posisi aman dan nyaman. Boediono hanya bergerak setelah mendapat remot dari SBY yang sudah sangat suntuk dengan berbagai persoalan yang dihadapinya.
Tanpa JK kini popularitas SBY semakin terperosok, masalah demi masalah terus menumpuk dan tak terselesaikan serta kesejahteraan rakyat semakin terpuruk. Tanpa JK, SBY menjadi pusat bidikan atas berbagai persoalan yang kini terus datang salih berganti.
Tanpa JK, SBY semakin mudah mengeluh dan bersikap sentimentil, termasuk mengeluhkan gajinya yang tak pernah naik sejak 7 tahun lalu. Curhat seperti ini tentu tidak ada pada tempatnya sehingga menjadi aktualisasi sikap yang terus “merana” karena persoalan demi persoalan datang silih berganti ditujukan kepada dirinya yang harus diselesaikan dan dituntaskan.
SBY kini menjadi pusat bidikan, hujatan dan gugatan publik atas berbagai masalah yang dihadapi bangsa Indonesia. Semua ini terjadi karena tidak ada orang dibelakangnya yang berani tampil mengambil resiko. Orang-orang disekitar SBY lebih cenderung menggambarkan barisan orang-orang yang tidak kreatif, sendiko dawuh dan ingin meraup keuntungan semata.
Dalam kondisi SBY yang sedang merana, Pak JK pasti sedang asyik menjalani perannya sebagai relawanan kemanusiaan dan perdamaian yang pasti lebih membahagiakan, dicintai masyarakat dan mendapat berkah dari Tuhan-Nya.
Pak JK rakyat membutuhkan spirit kepemimpinanmu yang cepat, peduli dan tanpa basa basi. Rakyat pasti membayangkan jika pak JK masih dipemerintahan pasti carut marut pemerintahan tidak terus terjadi, termasuk ketidakberdayaannya menghadapi Gayus Tambunan.
Pak Jk, rakyat rindu terhadap tindakanmu; lebih cepat, lebih baik, memimpin negeri tanpa basa basi


Salam Hangat dari Pekanbaru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar