Kalau Anda yang Memilih Dia, Anda Merasa Dikhianati, atau Tidak?
Oleh danielht
Apabila anda punya pilihan siapa yang anda pilih dalam pemilu calon legislatif lalu, misalnya berdasarkan berbagai pertimbangan, anda memutuskan mempercayai, dan oleh karena itu memilih si A, bukan si B. Karena anda menganggap A lah yang dapat dipercaya, dan tidak akan memilih B. Apabila A tidak mencalonkan dirinya, anda akan golput saja. Begitu percayanya anda kepada si A, sehingga ketika A ternyata benar-benar terpilih anda tentu saja senang.
Tetapi apakah yang terjadi kemudian? Ternyata A tiba-tiba mengundurkan diri. Dengan demikian suara yang anda berikan kepadanya beralih kepada orang lain. Bisa saja ke si B yang anda tidak sukai itu. Apa reaksi anda?
Apakah menurut anda,si A layak diberi stempel tidak beretika politik, penipu politik, dan pengkhianat suara rakyat yang memilihnya?
Hal itulah yang sekarang terjadi dengan calon anggota legislatif terpilih DPR dari Daerah Sulawesi Tengah, Adhyaksa Dault, yang juga Menteri Pemuda dan Olahraga.
Adhyaksa tiba-tiba mengumumkan bahwa dia mengundurkan diri sebagai anggota legislatif periode 2009-2014, walaupun sudah pasti terpilih. Dengan demikian suara yang memilihnya tentu dialihkan ke calon anggota legislatif lain dari parpol yang sama. Yang bisa jadi person yang tidak sesuai dengan harapan orang yang telah memberi suaranya kepada si Adhyaksa.
Wajar, apabila mereka merasa kecele, dan kecewa berat. Seperti yang disuarakan oleh Irmawati, warga Tanamodindi, Kecamatan Palu Selatan: “Saya kecewa karena saya memilih dia dengan harapan sapat mewakili rakyat Sulteng di DPR.” (Kompas, 31/08/09).
Adhyaksa marah ketika Agus Faisal dari Badan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Hukum Progresif Sulawesi Tengah mengatakannya penipu politik (Kompas, 29/08/09).
Adhyaksa punya argumen pengunduran dirinya itu, yakni bahwa karena dia memilih untuk menyelesaikan tugasnya dan memenangkan lolosnya RUU tentang Kepemudaan oleh tim perumus antardepartemen, termasuk Kantor Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga. Selain itu juga untuk meloloskan Peraturan Presiden tentang Program Atlet ANdalan Lanjutan.
Menurutnya lagi, kalau untuk kepentingan pribadi, dia tidak akan undur dari DPR. “Kursi DPR itu sudah pasti. Dengan menjadi anggota DPR, saya akan memperoleh pendapatan jelas dan mendapat rumah. Kalau itu saya lepas, jabatan lain, termasuk menteri, belum jelas. Demi karya saya di bidang olahraga dan kepemudaan di masa depan, saya rela melepaskan kursi DPR.” (Kompas, 31/08).
Memang kedengaran mulia argumen tersebut.
Pertanyaannya: Kenapa baru sekarang hal itu diutarakan dan menjadi alasan mundur padahal sudah dipilih rakyat? Apakah beliau tidak bisa mengantisipasi hal demikian? Bukankah jauh lebih baik apabila dari awal sudah tidak mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, dan mengabdi sepenuhnya sebagai seorang menteri, sebagaimana disampaikan tersebut? Daripada seperti sekarang. Wajar apabila yang memilihnya merasa kecele dan kecewa. Mungkin akan menjadi kapok untuk memilih lagi di pemilu calon legislatif berikutnya. Takut diperdayai, atau kasarnya dikhianati.
Menurut anda?
Oleh danielht
Apabila anda punya pilihan siapa yang anda pilih dalam pemilu calon legislatif lalu, misalnya berdasarkan berbagai pertimbangan, anda memutuskan mempercayai, dan oleh karena itu memilih si A, bukan si B. Karena anda menganggap A lah yang dapat dipercaya, dan tidak akan memilih B. Apabila A tidak mencalonkan dirinya, anda akan golput saja. Begitu percayanya anda kepada si A, sehingga ketika A ternyata benar-benar terpilih anda tentu saja senang.
Tetapi apakah yang terjadi kemudian? Ternyata A tiba-tiba mengundurkan diri. Dengan demikian suara yang anda berikan kepadanya beralih kepada orang lain. Bisa saja ke si B yang anda tidak sukai itu. Apa reaksi anda?
Apakah menurut anda,si A layak diberi stempel tidak beretika politik, penipu politik, dan pengkhianat suara rakyat yang memilihnya?
Hal itulah yang sekarang terjadi dengan calon anggota legislatif terpilih DPR dari Daerah Sulawesi Tengah, Adhyaksa Dault, yang juga Menteri Pemuda dan Olahraga.
Adhyaksa tiba-tiba mengumumkan bahwa dia mengundurkan diri sebagai anggota legislatif periode 2009-2014, walaupun sudah pasti terpilih. Dengan demikian suara yang memilihnya tentu dialihkan ke calon anggota legislatif lain dari parpol yang sama. Yang bisa jadi person yang tidak sesuai dengan harapan orang yang telah memberi suaranya kepada si Adhyaksa.
Wajar, apabila mereka merasa kecele, dan kecewa berat. Seperti yang disuarakan oleh Irmawati, warga Tanamodindi, Kecamatan Palu Selatan: “Saya kecewa karena saya memilih dia dengan harapan sapat mewakili rakyat Sulteng di DPR.” (Kompas, 31/08/09).
Adhyaksa marah ketika Agus Faisal dari Badan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Hukum Progresif Sulawesi Tengah mengatakannya penipu politik (Kompas, 29/08/09).
Adhyaksa punya argumen pengunduran dirinya itu, yakni bahwa karena dia memilih untuk menyelesaikan tugasnya dan memenangkan lolosnya RUU tentang Kepemudaan oleh tim perumus antardepartemen, termasuk Kantor Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga. Selain itu juga untuk meloloskan Peraturan Presiden tentang Program Atlet ANdalan Lanjutan.
Menurutnya lagi, kalau untuk kepentingan pribadi, dia tidak akan undur dari DPR. “Kursi DPR itu sudah pasti. Dengan menjadi anggota DPR, saya akan memperoleh pendapatan jelas dan mendapat rumah. Kalau itu saya lepas, jabatan lain, termasuk menteri, belum jelas. Demi karya saya di bidang olahraga dan kepemudaan di masa depan, saya rela melepaskan kursi DPR.” (Kompas, 31/08).
Memang kedengaran mulia argumen tersebut.
Pertanyaannya: Kenapa baru sekarang hal itu diutarakan dan menjadi alasan mundur padahal sudah dipilih rakyat? Apakah beliau tidak bisa mengantisipasi hal demikian? Bukankah jauh lebih baik apabila dari awal sudah tidak mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, dan mengabdi sepenuhnya sebagai seorang menteri, sebagaimana disampaikan tersebut? Daripada seperti sekarang. Wajar apabila yang memilihnya merasa kecele dan kecewa. Mungkin akan menjadi kapok untuk memilih lagi di pemilu calon legislatif berikutnya. Takut diperdayai, atau kasarnya dikhianati.
Menurut anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar