Sholat Tarawih di Semenanjung Arab
Oleh madi.hakim
Ini Ramadhan kedua saya di Qatar. Selalu ada rasa kangen suasana Ramadhan di Indonesia. Saya kangen suara anak-anak yang berkeliling ronda sahur, kangen ngabuburit bareng kerabat/tetangga, kangen sinetron Para Pencari Tuhan, juga kangen makanan-makanan khas yang hanya keluar di bulan Ramadhan. Yang terakhir, kita boleh berbangga, karena makanan kita banyak digemari bangsa-bangsa lain. Ada kisah nyata, saat kami sekelompok WNI sedang kumpul makan-makan, datang orang Algeria, pengin beli makanan kita, katanya makanan Indonesia enak-enak. Ya sudah, sekalian aja kita ajak gabung, dan kita beri makanan Indonesia free of charge, gratisss.
Tetapi di Qatar saya menemukan penawar berbagai rasa kangen tersebut. Pertama, puasa disini lebih mudah, karena tidak banyak godaan. Jam kerja dikurangi, restoran buka hanya malam hari, dan tidak ada orang makan-minum di siang hari. Kedua, dan ini yang paling saya suka, Sholat tarawih disini selalu special. Di Qatar sangat mudah dijumpai Masjid/Musholla, dengan kebersihan dan kerapihan yang selalu terjaga. Memang, dari beberapa Negara Arab yang pernah saya kunjungi, Qatar merupakan Negara yang paling memanjakan jamaah sholat. Begitu masuk ke dalam Masjid/Musholla, kita disambut karpet merah yang bersih dan empuk. Kemudian juga AC yang sejuk. Lalu di Masjid-masjid tersebut juga ditempatkan Imam dan Muadzin yang digaji khusus oleh Pemerintah. Rata-rata mereka adalah Hafidz dan bacaan Qur’annya bagus-bagus. Ada sekitar 50-an orang kita yang bekerja sebagai Muadzin di masjid/musholla tersebut.
Sholat tarawih disini, baik yang 11 maupun 23 rakaat, memiliki kesamaan, yaitu sama-sama panjang waktunya. Karena rata-rata Imam membaca satu juz tiap malam, bahkan lebih. Tetapi meskipun panjang dan melelahkan, tidak ada jamaah yang mengeluh, karena bacaan imamnya bagus, dan AC yang sejuk tadi. Untuk mengobati kelelahan akibat berdiri terlalu lama, disediakan minuman gratis, dan antara dua rakaat ke dua rakaat berikutnya ada jeda agar jamaah bisa beristirahat.
Salah satu masjid yang menjadi favorit masyarakat disini, juga favorit sebagian WNI, adalah Tarawih di Masjid Ahmad bin Hambal, lebih terkenal dengan masjid Emir, karena terletak di belakang rumah Emir Qatar. Disini untuk menyelesaikan 2 rakaat makan waktu 20 menitan, yang kalau di Indonesia, kayaknya 20 menit itu sudah cukup untuk menyelesaikan seluruh rakaat tarawih. Karena lamanya sholat, beberapa jamaah yang belum terbiasa kadang terkantuk-kantuk. Untuk mengobati rasa capek, setiap selesai 4 rekaat jamaah diberi waktu istirahat, dan diberikan ceramah agama. Lebih sering ceramah diberikan oleh Syekh Yusuf Qardlawi, ulama Islam yang juga terkenal di Indonesia. Meski sudah tua, suara Syekh Qardlawi masih tetap keras dan lugas.
Tarawih akan mencapai puncaknya saat memasuki malam 27 Ramadhan. Memang dari pendapat sebagian besar Ulama, malam Lailatul Qadar jatuh pada tiap malam 27 tersebut. Disini Lailatul Qadar betul betul diincar oleh kaum Muslimin, sehingga jamaah Tarawih kembali penuh. Ini berbeda dengan kita di Indonesia, pada malam 27, atau 10 malam terakhir di bulan Ramadhan, biasanya Kaum Muslimin lebih fokus kepada persiapan lebaran dan pulang kampung.
Dari sisi Ruhiyah, puasa di Qatar lebih memberikan pengaruh pada diri kita, karena suasana yang sangat mendukung. Meski harus berpisah dengan kerabat/famili, dan hanya mampu membayangkan makanan khas seperti kolang-kaling dan es kelapa muda.
“Selamat berpuasa, semoga dengan puasa kita makin bertakwa”
Oleh madi.hakim
Ini Ramadhan kedua saya di Qatar. Selalu ada rasa kangen suasana Ramadhan di Indonesia. Saya kangen suara anak-anak yang berkeliling ronda sahur, kangen ngabuburit bareng kerabat/tetangga, kangen sinetron Para Pencari Tuhan, juga kangen makanan-makanan khas yang hanya keluar di bulan Ramadhan. Yang terakhir, kita boleh berbangga, karena makanan kita banyak digemari bangsa-bangsa lain. Ada kisah nyata, saat kami sekelompok WNI sedang kumpul makan-makan, datang orang Algeria, pengin beli makanan kita, katanya makanan Indonesia enak-enak. Ya sudah, sekalian aja kita ajak gabung, dan kita beri makanan Indonesia free of charge, gratisss.
Tetapi di Qatar saya menemukan penawar berbagai rasa kangen tersebut. Pertama, puasa disini lebih mudah, karena tidak banyak godaan. Jam kerja dikurangi, restoran buka hanya malam hari, dan tidak ada orang makan-minum di siang hari. Kedua, dan ini yang paling saya suka, Sholat tarawih disini selalu special. Di Qatar sangat mudah dijumpai Masjid/Musholla, dengan kebersihan dan kerapihan yang selalu terjaga. Memang, dari beberapa Negara Arab yang pernah saya kunjungi, Qatar merupakan Negara yang paling memanjakan jamaah sholat. Begitu masuk ke dalam Masjid/Musholla, kita disambut karpet merah yang bersih dan empuk. Kemudian juga AC yang sejuk. Lalu di Masjid-masjid tersebut juga ditempatkan Imam dan Muadzin yang digaji khusus oleh Pemerintah. Rata-rata mereka adalah Hafidz dan bacaan Qur’annya bagus-bagus. Ada sekitar 50-an orang kita yang bekerja sebagai Muadzin di masjid/musholla tersebut.
Sholat tarawih disini, baik yang 11 maupun 23 rakaat, memiliki kesamaan, yaitu sama-sama panjang waktunya. Karena rata-rata Imam membaca satu juz tiap malam, bahkan lebih. Tetapi meskipun panjang dan melelahkan, tidak ada jamaah yang mengeluh, karena bacaan imamnya bagus, dan AC yang sejuk tadi. Untuk mengobati kelelahan akibat berdiri terlalu lama, disediakan minuman gratis, dan antara dua rakaat ke dua rakaat berikutnya ada jeda agar jamaah bisa beristirahat.
Salah satu masjid yang menjadi favorit masyarakat disini, juga favorit sebagian WNI, adalah Tarawih di Masjid Ahmad bin Hambal, lebih terkenal dengan masjid Emir, karena terletak di belakang rumah Emir Qatar. Disini untuk menyelesaikan 2 rakaat makan waktu 20 menitan, yang kalau di Indonesia, kayaknya 20 menit itu sudah cukup untuk menyelesaikan seluruh rakaat tarawih. Karena lamanya sholat, beberapa jamaah yang belum terbiasa kadang terkantuk-kantuk. Untuk mengobati rasa capek, setiap selesai 4 rekaat jamaah diberi waktu istirahat, dan diberikan ceramah agama. Lebih sering ceramah diberikan oleh Syekh Yusuf Qardlawi, ulama Islam yang juga terkenal di Indonesia. Meski sudah tua, suara Syekh Qardlawi masih tetap keras dan lugas.
Tarawih akan mencapai puncaknya saat memasuki malam 27 Ramadhan. Memang dari pendapat sebagian besar Ulama, malam Lailatul Qadar jatuh pada tiap malam 27 tersebut. Disini Lailatul Qadar betul betul diincar oleh kaum Muslimin, sehingga jamaah Tarawih kembali penuh. Ini berbeda dengan kita di Indonesia, pada malam 27, atau 10 malam terakhir di bulan Ramadhan, biasanya Kaum Muslimin lebih fokus kepada persiapan lebaran dan pulang kampung.
Dari sisi Ruhiyah, puasa di Qatar lebih memberikan pengaruh pada diri kita, karena suasana yang sangat mendukung. Meski harus berpisah dengan kerabat/famili, dan hanya mampu membayangkan makanan khas seperti kolang-kaling dan es kelapa muda.
“Selamat berpuasa, semoga dengan puasa kita makin bertakwa”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar