Jumat, 07 Agustus 2009

Saran Untuk Pemimpin Indonesia Tanah Air Ku

Jangan Ulangi Kebodohan yang Sama…

Orang buta tak ingin kehilangan tongkat dua kali…
Keledai pun tak ingin jatuh kelubang yang sama…
Demikian kata peribahasa atau petuah orang bijak masa dahulu, yang bertujuan mengingatkan kepada setiap insan di dunia ini agar tidak mengulangi sesuatu kebodohan yang sama di kemudian hari.
Demikian juga kiranya harapan semua penduduk di negeri ini, yang berharap agar jangan lagi lakukan kesalahan yang sama dalam hal menyelenggarakan suatu hajat besar bernama Pemilihan Umum (Pemilu), karena setiap kesalahan kecil dalam Pemilu dapat berakibat fatal sekiranya ada pihak-pihak yang merasa sangat dirugikan kemudian bertindak diluar akal sehat.
Beruntung negeri ini penuh dengan manusia yang dapat menahan diri, sehingga setiap perselisihan selalu dapat dicari jalan/solusi terbaik agar bangsa ini terhindar dari perpecahan antar sesama warga bangsa.
Cukuplah sudah kesalahan dalam penyelenggaraan Pemilu khususnya dalam hal DPT hanya berhenti di tahun 2009 saja, di masa-masa mendatang diharapkan tidak terulang kasus yang sama.
Karenanya, kepada siapapun nantinya pasangan Capres dan Cawapres yang di bulan Oktober 2009 akan dilantik sebagai pemegang dan pelaksana mandat dari 230 juta lebih rakyat Indonesia, diharapkan kepada mereka untuk dapat menginstruksikan kepada kementerian terkait agar menata sistem administrasi kependudukan warga negara Indonesia sebagai salah satu prioritas yang harus dikerjakan di tahun awal pemerintahannya berbarengan dengan prioritas-prioritas lainnya.
Harapan dan keinginan untuk dapat dilakukannya pembenahan dalam sistem administrasi kependudukan itu timbul dengan berdasar kepada:
(1) Amburadulnya DPT Pemilu 2009, dalam hal mana banyak dilaporkan NIK/NIP yang ganda dan juga banyak penduduk yang memiliki hak pilih justeru tidak terdaftar dalam DPT yang menurut KPU penyusunan DPT sudah bersumber kepada data kependudukan yang diberikan oleh DepDagri.
(2) Belum terdeteksinya siapa sebenarnya pelaku peledakan bom bunuh diri tanggal 17 Juli 2009 di Hotel JW Marriott dan Hotel Ritz Carlton.
Dalam hal mana kedua kasus di atas, bersumber kepada sistem administrasi kependudukan yang jauh dari sempurna.
Sudah saatnya Kepala Pemerintahan untuk menginstruksikan Kementerian terkait dengan administrasi kependudukan untuk memfungsionalkan struktur organisasi yang telah terbentuk hingga RT dan RK agar berusaha dengan sungguh-sungguh serta dapat bekerja secara teliti dan cermat dalam mendata setiap penduduk yang ada di lingkungannya. Sudah harus disadari oleh pejabat di Kementerian dalam Negeri bahwasanya Ketua RT (Rukun Tetangga) merupakan ujung tombak dalam pendataan penduduk. Keakuratan data kependudukan di Indonesia sepenuhnya akan sangat bergantung kepada keakuratan hasil kerja Ketua RT tersebut. Bila para Ketua RT tidak dapat memberikan data yang akurat maka ke atasnya akan tidak akurat pula data kependudukan nasional.
Kemudian, untuk mendukung tidak terjadinya data kependudukan rangkap/ganda (dalam pengertian bisa ada dua data kependudukan atau lebih), maka sangat diperlukan pengaturan sanksi yang tegas dan keras dalam bentuk Undang-Undang (UU) bagi mereka-mereka yang sengaja melanggar aturan kepemilikan data kependudukan yang tunggal, yaitu mereka-mereka yang dengan sengaja memiliki data kependudukan rangkap atau ganda. Sanksi yang bisa diberikan sebagai umpama adalah dalam bentuk “Hukuman Penjara minimal 10 tahun tanpa melalui persidangan pengadilan”, karena sudah jelas bahwasanya kepemilikan data kependudukan yang lebih dari satu dapat mengacaukan sistem Pemilu kita, bayangkan saja bila gara-gara adanya data kependudukan rangkap bisa menyebabkan pertikaian diantara sesama kontestan Pemilu yang mungkin bisa berakibat kepada perpecahan diantara sesama warga bangsa. Bukankah itu menjadi sungguh berbahaya?!
Hal lain lagi yang perlu dipertimbangkan adalah penggunaan Kartu Tanda Penduduk dalam bentuk Kartu Elektronik semacam Kartu Kredit, dalam hal mana perlu juga dipertimbangkan agar Kartu Penduduk dalam bentuk Kartu Elektronik juga dipergunakan dalam hal pengurusan pelayanan publik, seperti contoh: untuk pendaftaran pelayanan rumah sakit (baik swasta atau pemerintah), untuk pendaftaran pelayanan asuransi, untuk pendaftaran perjalanan (baik darat, laut, maupun udara), untuk pendaftaran pembayaran pajak, rekening air, rekening listrik, rekening telepon, dan lain sebagainya tentu sangat memungkinkan untuk diberlakukan agar Kartu Tanda Penduduk tidak saja berfungsi sebagai tanda pengenal tetapi juga sebagai alat/bagian dari suatu transaksi. Hal tersebut bukan hal yang tidak mungkin untuk dilakukan bila mengingat untuk Kartu Kredit yang dikeluarkan oleh suatu institusi keuangan, tidak mungkin memiliki nomor yang rangkap, terkecuali bila memang disengaja rangkap.
Dengan adanya sistem administrasi kependudukan yang disempurnakan tersebut di atas, diharapkan setiap warga negara atau penduduk dapat terdata dengan baik. Terlebih apabila Kartu Tanda Penduduk ini juga digunakan sebagai bagian/alat transaksi serta pemberian sanksi yang tegas, sehingga setidaknya diharapkan tidak ada lagi penduduk yang memiliki Kartu Tanda Penduduk rangkap atau bahkan jangan lagi ada penduduk yang tidak terindentifikasi, dalam hal mana keduanya (rangkap dan tidak terindentifikasi) dapat memungkinkan terjadinya bentuk penyalah gunaan dalam bidang keuangan/perbankan (korupsi/penyembunyian hasil korupsi, dsb) dan kejahatan (terorisme).
Akhirnya, semuanya berpulang kembali kepada keinginan dari pasangan Presiden dan Wakil Presiden yang akan dilantik bulan Oktober 2009 nanti, apakah ingin seperti peribahasa diatas atau tidak. Saya ulangi:
Orang buta tak ingin kehilangan tongkat dua kali…
Keledai pun tak ingin jatuh kelubang yang sama…
Terkecuali memang negeri ini ingin dijerumuskan kepada kebodohan yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar